Rabu, 21 November 2012
Selasa, 30 Oktober 2012
Jaran Wedhok
Mat Pithi pancen bethike gak
ketulungan. Masih bapakne kaji, Mo-Limo wis dilakoni. Korak, balon, germo,
tukang parkir sak Kermil kenal kabe karo arek Dinoyo Gang Limo iki. Tapi sejak
Suharto nggelundung, kelakoane rodok
apik. Mat Pithi gak tau ugal-ugalan maneh. Lek ditakoni koncone, "Mat
raimu sik mbalonan tah?". "Mathek ketubruk montor, tanganku kithing
aku wis tobat cuuk...!", Mat Pithi ngotot. Modele morale arek iki melu
reformasi pisan.
Saiki kesibukane Mat Pithi
meguron nang Kaji Kholil, guru ngaji soko Ampel. Segala ilmu disinaui. Mulai
ilmu kebal sampe ilmu gendhing wedhokan wis dikuasani. Jangkep limang wulan
meguru, Mat Pithi diwekasi gurune
"Mat..., ilmu sing mbok sinaui wis jangkep. Tapi lek koen kepingin
ningkatno mane, koen topo wae ning Gunung Bromo.".
Ngeroso ilmune sik kurang, Mat
Pithi berangkat topo ning Gunung Bromo. Arek iki bener-bener nuekat. Deweke
topo terus gak atik turu nang guwo gumbul karo jerangkong, sundel bolong,
tuyul, wis pokoke sembarang kalir. Pas dino ke-pitu,
dalu pisan, ono wong tuwo muncul ning guwo mau iku. Wong tuwo iki langsung wae
ngomong
"Mat..mat..!, gak ono wong
sing sanggup topo koyok koen ning guwo iki". Mat Pithi cuek wae karo nguyu
nang jero ati (gendeng arek iki...).
"Wis koen lungo wae...",
si Mbah rodhok nyentak. Gak kalah banter Mat Pithi njawab
"Mooh...!". "lho ojo ngonoo..rek...!", si Mbah mulai kalem
kalah gertak. "Aku gelem ninggalno guwo iki tapi ono sarate..., kabeh
penjalukanku kudu mbok kabulno", Mat Pithi negesno. Gak atik mikir dowo-dowo, si Mbah
langsung ngomong "wis ngene wae, koen iso njaluk opo wae tak kabulno, tapi
mek ping telu thok". Karo mikir gak sepiro suwih, Mat Pithi njawab
"O.K...!"
"Mbah.., rupoku iki lak gak
sepiro elek, eeh...! gak sepiro ganteng, aku kepingin duwe rupo koyok Cristiano
Ronaldo pemaene Real Madrid ", Mat Pithi njaluk. Si Mbah njawab
"Le..le..saiki koen muleh
wae, tekan omah rupomu wis gak koyok meduro mane..!. Langsung wae Mat Pithi
nginclik moleh numpak jaran sewoan. Tekan omah langsung ngoco. "Wiik...guanteng men aku saiki
rek...!", Mat Pithi kaget ndelok dapurane gak koyok biyen mane. Tapi Mat
Pithi jik gak puas. Pikire mosok rai koyok Cristiano Ronaldo tapi awak koyok
Tukul.
Sisuk bengine, Mat Pithi balik
maneh nang Gunung Bromo nemoni Mbah daden-daden iku. "Mbah..mbah.., raiku
wis guanteng koyok pemaen bal-balan eropa . Tapi awak-ku jek kuru lan
tepos. Dadekno awakku- koyok Ade Rai , ojok mek rai thok", Mat Pithi
nerangno penjalukane sing ke-2.
Komat-kamit diluk si Mbah
langsung ngongkon Mat Pithi moleh karo njamin lek awake mesti dadi dempal koyok Ade Rai . Tekan omah Mat Pithi langsung
kocoan. Ndelok awake sing dadi dempal iku Mat Pithi seneng banget. Pikire cewek
sak suroboyo mesti kepincut karo awake.
Urung suwih senenge, Mat Pithi
moro-moro mecucu wae sak wise metu teko jeding. Rupane "manuke" gak
melu dempal. Gamblese Mat Pithi jik podo karo biyen cilik lan bungkring. Mat
Pithi dadine kepikiran terus. Njaluk nang Mbah maneh..., eman polahe jatahe wis kari pisan. Tapi timbangane urip
duwe manuk sak upit, Mat Pithi nekat ngenthekno jatah penjalukane.
"Mbah..mbah..mbah..." Mat Pithi
jerit-jerit nang guwo Gunung Bromo . Dienteni sampek elek gak muncul-muncul Si
Mbah iku. Tapi persis sepuluh menit sak gurungi magrib, Si Mbah muncul.
"Mat..Mat.., jatah penjalukanmu ojo dientekno.
Eman-emanen kanggo mbesuk-mbesuk" Si Mbah nguwei nasehat.
"Mooh..mooh...!", Mat Pithi njawab karo matane rodhok mbrebes mili.
"Mbah tolong Mbah..., awak-ku wis koyok Ade Rai lan raiku wis persis koyok
Cristiano Ronaldo , tapi "barang"-ku sak umprit koyok slilit"
Mat Pithi melas.
"Tolong mbah dadekno "barangku"
koyok jaranku sing tak sewo iki", Mat Pithi tambah melas. Modele arek sing
biasa nekat iki "putus asa". "Aku isin Mbah...!", ambek
suoro sing rodok serak gara-gara kudu nangis. Gak tego lan meksake si Mbah
akhire ngabulno permintaane Mat Pithi. "Mat...gak suwih maneh barangmu
koyok barange jaranmu iku". "Suwun..suwun..suwun Mbah..., iki sing
terakhir koq", Mat Pithi girang. Sampek gak sempet pamit, Mat Pithi moleh,
plenciiing...!.
Tapi gurung tekan omah, Mat Pithi
mikir, kaget..., moto mbrebes mili..., cangkep mewek..., Mat Pithi nangis karo jerit-jerit "JUANCUUUK
JARANKU WEDHOOK...".
Rabu, 24 Oktober 2012
Hutan larangan, cara masyarakat tradisional melestarikan hutan
oleh Yusuf RInaldy
(03-04-2003)
”Seluruh kekayaan alam yang ada di bumi dan laut dimanfaakan
untuk kesejahteraan rakyat”. Itulah bunyi kutipan yang tertera di kitab dasar
negeri ini. Memang selayaknya jika kekayaan alam digunakan untuk kemakmuran
rakyat. Sebab memang rakyatlah pemilik negeri ini.
Namun apalah
arti semua itu jika pemanfaatan kekayaan alam itu justru menimbulkan masalah
baru. Pasalnya pemanfaatan yang dilakukan saat ini telah berubah menjadi
perusakan sumber daya alam. Ironisnya akibat dari perusakan tersebut pada
akhirnya dirasakan oleh generasi mendatang.
Hal tersebut
saat ini sudah bisa kita saksikan dari kondisi hutan yang menaungi bumi
Nusantara ini. Memang, hutan adalah kekayaan alam yang dapat menghasilkan
banyak devisa bagi negara. Tapi seharusnya pemanfaatannya benar-benar untuk
rakyat, bukan slogan semata.
Lho,
apakah saat ini pemanfaatan itu bukan untuk kemakmuran rakyat. Pengolahan hutan saat
ini memang bukan untuk kemakmuran rakyat, tapi untuk kesenangan pengusaha.
Konsep pemanfaatan hutan ala HPH (hak pengusahaan hutan) adalah biang keladi
kerusakan hutan. HPH telah memberi keleluasaan pengusaha untuk mengelola hutan.
Tapi HPH pula yang memberi kekuasaan pengusaha untuk merusak hutan, walau
dengan dalih mengelola hutan.
Sebenarnya
berbicara tentang mengelola hutan, sama saja dengan membuka lembaran sejarah
bangsa ini. Sebab sudah sejak lama nenek moyang bangsa Indonesia telah
memanfaatkan hutan. Bahkan mereka menggantungkan hidupnya dari mengelola hutan.
Tapi toh tidak sampai terjadi kerusakan hutan yang parah.
Jadi
kita bisa dong belajar pada nenek moyang kita bagaimana mengelola hutan yang
baik.
Tepat sekali, kita harus belajar dari nenek moyang kita bagaimana bersahabat
dengan hutan. Jika kita mau menengok kebelakang, sejarah telah mengajarkan
bagaimana nenek moyang kita mengelola hutan.
Orang-orang dulu menganggap hutan sebagai
sesuatu yang hidup. Hutan adalah mahluk bernyawa dan berperasaan. Sehingga
dalam memperlakukannya juga harus menggunakan perasaan dan rasa persahabatan.
Di beberapa
daerah masih berkembang cerita tentang mahluk halus penguasa hutan. Orang Jawa
menyebutnya mbah sing mbaurekso alas (kakek penguasa hutan). Banyak
orang menganggap hal itu sebagai kepercayaan yang berbau takhyul dan
mistis. Namun terlepas dari segala
anggapan tersebut, kepercayaan itu membuat mereka bersifat sopan terhadap
hutan.
Di berbagai daerah
hingga kini masih berlaku konsep hutan larangan, yaitu hukum adat yang
melarang masyarakat untuk memasuki wilayah hutan. Wilayah larangan itu, bisa
jadi seluruh kawasan hutan atau salah satu bagian di dalam hutan. Barang siapa
yang memaksakan diri memasuki kawasan hutan larangan, akan dikenai sangsi adat.
Sangsi yang
lazim dikenakan adalah menyingkirkan atau mengasingkan pelanggar hukum. Bahkan
sangsinya bisa dengan pengusiran si pelanggar dari wilayah desa atau kampung.
Namun ada pula di beberapa daerah yang sangsinya adalah denda, itu pun bagi
pelanggaran sifatnya ringan.
Konsep hutan
larangan ini sebetulnya hampir sama dengan hutan lindung pada saat ini.
Keduanya sama-sama menetapkan wilayah hutan sebagai daerah tertutup. Tidak
boleh ada pengerusakan tanaman atau perburuhan hewan. Tapi ternyata konsep
hutan lindung tetap tidak bisa melindungi hutan dari kerusakan.
Itulah
bedanya, bukan pada konsepnya tapi pada manusia sekitar hutan yang berbeda.
Dulu masyarakat begitu memegang teguh larangan memasuki hutan. Keyakinan akan
mahluk halus penguasa hutan membuat mereka tidak berani melanggar aturan
tersebut. Mereka takut akan sangsi yang bakal dikenakan atas pelanggaran itu.
Mereka juga takut kesambet (terkena kutukan) penguasa hutan.
Bagaimana
dengan sekarang. Saat ini tidak ada yang ditakutkan dari dalam isi hutan.
Jangankan mahluk halus, mahluk nyata pun tidak ditakuti. Penjaga hutan yang
dilengkapi senjata pun tidak ditakuti, apalagi hewan-hewan yang dulu dikenal
buas sudah tidak ada artinya.
Dulu orang
takut kepada hal-hal yang tidak nyata, tidak terlihat oleh panca indra. Anehnya
ketakutan pada hal-hal maya itu justru menimbulkan kepatuhan yang luar biasa.
Mereka benar-benar merasakan kehadiran mahluk-mahluk gaib itu, walau tidak
pernah tahu bagaimana bentuknya.
Sekarang
yang terjadi justru sebaliknya. Penjaga hutan adalah mahluk nyata yang dapat
dilihat bentuknya, polisi, jaga wana, dan aparat lainnya. Ancaman atas
pelanggarannya juga nyata, denda atau penjara. Namun kehadiran mahluk nyata
sebagai penjaga hutan justru melunturkan rasa takut para perambah hutan,
terutama perambah berskala besar. Hukum dan peraturan yang dibuat pemerintah
juga dianggap angin lalu oleh mereka.
Jika dilihat memang wajar jika para perambah hutan
tidak lagi takut terhadap penjaga hutan. Sebab dengan sifatnya yang nyata, para
perambah bisa dengan mudah berkopromi dengan penjaga hutan. Yang dibahas,
apalagi kalau bukan bagi hasil.
Itulah letak
perbedaanya. Dulu penduduk sekitar hutan tidak mempunyai kesempatan untuk main
mata dengan ‘penjaga hutan’. Sifatnya yang gaib membuat penduduk hanya mampu
mengira-ira bagaimana bentuk sang kakek penjaga hutan. Yang mereka tahu
hanyalah, jika hutan dirusak, sang kakek penjaga hutan akan marah. Datanglah
banjir, tanah longsor, dan bencana alam lainnya.
Akhirnya
yang timbul adalah ketakutan permanen yang menjadikan mereka sangat patuh pada
adat. Ketakutan permanen itulah yang tidak ada pada perambah hutan dan penduduk
sekitar hutan pada saat ini. Sehingga apapun jenis peraturan dan sangsi yang
dibuat, tidak dapat membuat mereka benar-benar mematuhinya. Terlebih lagi jika
dikaitkan dengan iming-iming imbalan uang. Tentu ketakutan dalam bentuk apapun
akan sirna.
Sudah bukan hal yang aneh jika rumah-rumah
disekitar hutan dibangun dengan kayu-kayu pilihan. Hal ini tidak aneh karena
bahan tersebut dapat diperoleh dengan mudah di dalam hutan. Bahkan bukan tidak
mugkin kandang ayam dan kambing pun dibuat dari kayu jati pilihan.
Hal itu
sebetulnya wajar-wajar saja, orang-orang dulu pun membuat rumah, kandang sapi,
lumbung padi, dan sebagainya dari kayu-kayu hasil hutan. Namun dulu, mereka
menebang kayu hanya untuk memenuhi kebutuhan, tidak lebih dari itu. Tidak ada
perdangan kayu dalam jumlah besar, karena memang sangat mudah mendapatkannya.
Tapi keadaan
sekarang sudah jauh berubah. Penduduk sekitar hutan menembang pohon untuk
membangur rumah. Kemudian datanglah orang-orang kota dan tertariklah mereka
akan kayu-kayu bermutu tinggi. Terjadilah transaksi dengan jumlah mengiurkan.
Hingga akhirnya datanglah pengusaha besar dengan alat-alat berat, dan tentu
akibatnya sudah sama-sama kita ketahui.
Sungguh
sangat disayangkan hutan kita yang terkenal indah dan menawan ini akhirnya
hanya tinggal impian dan harapan. Usaha nenek moyang dan orang tua kita selama
bertahun-tahun melestarikan hutan, akhirnya sia-sia belaka, karena hutan mereka
kini sudah tiada.
Ironis memang, kita dilahirkan di hutan, tapi justru kita sendiri yang merusak hutan itu. Seakan kita sedang membakar rumah kita sendiri dan jika sudah habis hendak kemanakah kita akan berteduh. Yang tahu jawabannya adalah kita sendiri. Sebab pada dasarnya hutan itu menuruti saja apa keinginan kita. Kita ingin merusaknya, hutan akan rusak. Kita ingin melestarikannya, hutan akan tumbuh lestari. Tentu kita semua berharap agar hutan kita tetap lestari. Semua orang mengharapkan hutan kita lestari, sebab disitulah gantungan hidup kita berada.
Ironis memang, kita dilahirkan di hutan, tapi justru kita sendiri yang merusak hutan itu. Seakan kita sedang membakar rumah kita sendiri dan jika sudah habis hendak kemanakah kita akan berteduh. Yang tahu jawabannya adalah kita sendiri. Sebab pada dasarnya hutan itu menuruti saja apa keinginan kita. Kita ingin merusaknya, hutan akan rusak. Kita ingin melestarikannya, hutan akan tumbuh lestari. Tentu kita semua berharap agar hutan kita tetap lestari. Semua orang mengharapkan hutan kita lestari, sebab disitulah gantungan hidup kita berada.
Mencari Kerja di Dunia Maya
Oleh Yusuf Rinaldy
(13-6-2011)
Siang itu Randi benar-benar
gelisah. Pemuda yang dua bulan lalu resmi menjadi Sarjana Ekonomi itu bingung
harus berbuat apa selepas kuliah. Sebenarnya ia ingin berwiraswasta namun apa
daya modal tidak ada. Sedangkan untuk membelah belantara Jakarta dengan
menenteng ijazah, ia tak punya nyali. Tapi berdiam diri tentu tidak
menyelesaikan masalah.Lalu apa yang harus ia lakukan ?
Saat berjumpa dengan seorang
teman kuliahnya, Randi mendapat masukan agar ia mencari kerja melalui internet.
Teman yang sudah bekerja di sebuah perusahaan swasta itu mengatakan bahwa
dengan ngebrowsing di dunia maya dia bisa mencari kerja tanpa harus
mendatangi satu per satu kantor di Jakarta.
******
Itulah sekilas gambaran
betapa susahnya mencari kerja saat ini. Ditengah kondisi perekonomian Indonesia
yang belum benar-benar pulih pasca krisis dunia, banyak bermunculan
tenaga-tenaga kerja baru dari berbagai tingkatan pendidikan. Hal ini
menyebabkan perebutan kue kesejahteraan bernama “pekerjaan” menjadi
sebuah keniscayaan.
Mengandalkan cara mencari
kerja konfensional dengan mendatangi satu per satu kantor sambil berharap
diterima bekerja tentu sangat melelahkan. Selain itu harapan untuk diterima
bekerja bisa dibilang kecil. Sebab belum diketahui apakah perusahaan-perusahaan
tersebut sedang membutuhkan tenaga kerja atau tidak.
Di era teknologi seperti
sekarang ini tentu sudah bukan jamannya lagi mendatangi kantor satu persatu
sambil menyerahkan amplop berisi ijazah. Pasalnya ada cara lain yang lebih
mudah untuk memperoleh pekerjaan, yaitu dengan memanfaatkan teknologi informasi.
Perlahan namun pasti internet
sudah menjadi kebutuhan di era modern ini. Mulai dari sekedar hiburan hingga
kebutuhan-kebutuhan yang lebih penting lainnya, bisa tersajikan melalui layar
dunia maya. Bisa dikatakan internet telah berkembang seperti pasar yang
mempertemukan pedagang dan pembeli, internet mampu mempertemukan pemilik
kebutuhan dan penyedia pelayanan. Tak terkecuali para pencari kerja dan
perusahaan yang membutuhkan tenaga keja.
Sejatinya setiap perusahaan
selalu membutuhkan tenaga kerja baru sebab setiap saat pasti ada karyawan yang
pensiun atau mengundurkan diri. Jadi sebetulnya lowongan kerja selalu terbuka
bagi para pencari kerja. Namun seringkali para pencari kerja tidak mengetahui
perusahaan mana yang sedang membutuhkan tenaga kerja baru.
Para pencari kerja seringkali
melakukan usaha “pukul rata” dan coba-coba, yaitu mengirimkan surat lamaran ke
banyak perusahaan. Hal ini yang membuat rasio perbandingan antara diterima atau
tidak menjadi kecil. Sebab lebih sering para pencari kerja justru mengirim
surat lamaran ke perusahaan yang tidak sedang membutuhkan tenaga kerja baru.
Dengan memanfaatkan internet
para pencari kerja bisa mengetahui mana-mana perusahaan yang sedang membutuhkan
tenaga keja baru, berikut apa saja kualifikasi yang dibutuhkan.
Hal ini tentu mempermudah
para pencari kerja untuk menemukan apa yang mereka butuhkan. Mereka tidak perlu
mengirim surat lamaran ke banyak perusaaan. Tetapi cukup mengirim ke perusahaan
yang membutuhkan tenaga kerja baru dengan kualifikasi yang cocok dengan apa
yang dimilikinya.
Selain itu para pencari kerja
juga bisa mempersiapkan diri lebih baik. Banyak informasi yang bisa didapatkan
sebagai penunjang guna mempersiapkan diri menghadapi perusahaan yang akan
membutuhkan tenaganya.
Di dunia maya, mereka bisa
mencari data dan informasi tentang bagaimana menjadi karyawan yang baik. Mereka
juga bisa mengetahui apa saja tantangan yang akan dihadapi setelah memasuki
dunia kerja. Sehingga jika menghadapi suatu permasalahan saat sudah bekerja,
mereka bisa mengira-ira apa yang harus dilakukan untuk memecahkan permasalahan
tersebut.
Dengan bantuan dunia maya,
anak muda seperti Randi, tidak perlu gelisah terlalu lama. Lebih baik Randi
menyibukkan diri dengan mencari informasi dan peluang tanpa harus kehilangan
banyak waktu. Selain itu proses belajar juga bisa dilanjutkan di dunia maya.
Namun yang harus disadari
adalah bahwa yang tersaji di dunia maya hanyalah peluang, bukan kepastian. Yang
harus dilakukan adalah mengubah peluang yang belum pasti itu menjadi sebuah
keberhasilan seperti yang didambakan. Itu artinya meski teknologi bisa
mempermudah dalam memperoleh pekerjaan, usaha dan kerja keras adalah yang
paling utama. Tanpa usaha dan kerja keras bisa jadi peluang yang sudah di depan
mata sirna begitu saja. (*)
Setiap Habis Ramadhan
Rabu, 8 Dzulhijjah 1433 H
......Setiap habis ramadhan, hamba rindu lagi ramadhan. Saat-saat penuh beribadah, tak ternilai mahal harganya.......
Kutipan lagu berjudul “setiap habis ramadhan” karya Bimbo itu sudah tak asing ditelinga kita. Lagu Bimbo seolah menjadi lagu wajib selama bulan ramadhan. Meski bermunculan banyak musisi baru yang mencipta lagu religi, namun lagu Bimbo seolah abadi. Mengapa. Salah satu jawabnya adalah lirik lagunya yang sarat isi.
Seperti lagu “setiap habis ramadhan”. Menceritakan bagaimana kerinduan seorang kepada ramadhan. Rindu beribadah dan melakukan kebaikan lainnya. Namun disayangkan banyak diantara kita yang justru berprilaku sebaliknya. Selepas ramadhan kembali pada kegiatan sebelum ramadhan.
Satu bulan penuh kita dilatih untuk melakukan kebaikan, sudah seharusnya selepas ramadhan kebaikan itu tetap kita laksanakan. Apa saja kebaikan yang harus tetap kita pertahankan? Menepati janji, adalah tindakan pertama yang dilakukan saat bulan ramadhan. Sebelum masuk bulan ramadhan kita sudah berniat berpuasa, bahkan setiap malam kita membaca niat dan janji itu. Selama satu bulan kita berusaha menaati janji yang sudah kita ucapkan sebelumnya. Sudah selayaknya setelah ramadhan kita tetap menepati janji yang sudah kita buat. Apapun bentuk janjinya dan kepada siapapun kita telah berjanji. Bisa kepada atsan, relasi, teman, atau keluarga. Tepatilah janji yang telah kita ucapkan.
Jujur, adalah tindakan yang harus kita pertahankan. Selama ramadhan kita dilatih untuk jujur, tidak sekalipun batal puasa meski tidak ada yang melihat. Sudah seharusnya kita juga jujur ditempat kerja. Meski tidak ada yang melihat dan mengawasi kita tidak akan melakukan kecurangan.
Disiplin dan tepat waktu. Selama ramadhan kita selalu disiplin, bahkan terlalu disiplin. Sebelum maghrib kita sudah duduk didepan meja makan sehingga saat masuk waktu maghrib kita langsung berbuka. Seharusnya kebiasaan baik ini bisa diterapkan setelah bulan ramadhan. Sebelum jam kerja dimulai sebaiknya kita sudah berada di kantor atau lokasi kerja, sehingga kita tidak terlambat memulai aktifitas.
Langganan:
Postingan (Atom)