Rabu, 27 Februari 2013

Jangan pernah ingkar janji.....



16 Rabi'ul Akhir 1434 H
Suatu hari seekor sapi berjalan mencari makan. Tiba-tiba datanglah seekor harimau besar yang sedang lapar. Auman harimau itu mengejutkan si sapi. “Ah... kau akan jadi makan pagiku...,”kata harimau. Sapi itu menengok kanan kiri, ia mencari jalan untuk berlari menghindari harimau itu. Ia tak bisa berkutik lagi. “Kau tidak bisa lari lagi, ini jalan buntu,”kata harimau bergembira.
Akhirnya sapi itu pasrah. Tapi ditengah kepasrahan itu ia teringat anaknya yang masih kecil. Sapi itu memohon agar diijinkan pulang sejenak untuk memberi makan dan menyusui anaknya. “Aku berjanji setelah menyusui anakku akan datang kepadamu, kau bisa memakanku setelah itu,”katanya. Harimau itu diam sejenak. Ia ragu apakah sapi itu akan menepati janjinya atau tidak. “Baiklah aku ijinkan kau pulang sejenak, tapi jika kau tidak kembali aku akan mendatangimu. Aku akan memakan kau dan anakmu,”kata harimau.
Sapi itu segera pulang. Sesampai di kandang ia segera memberi makan dan menyusui anaknya. “Mengapa ibu terlihat sedih,”kata anaknya. Lalu sapi itu menceritakan tentang pertemuannya dengan harimau. Anak sapi itu menangis ia meminta agar induknya tidak kembali menemui harimau. “Tidak anakku, aku sudah berjanji dan aku harus menepatinya,”kata sapi itu.
Tak lama kemudian sapi itu sampai di gua tempat tinggal harimau. Sambil menyeringai harimau itu siap memakan sapi itu. Tiba-tiba harimau itu mengurungkan niatnya. Ia terdiam dan berkata,”Kau telah menepati janjimu, aku tidak akan memakanmu, pergilah kembali kepada anakmu.” Ternyata, kejujuran sapi itu dalam menepati janji bisa meluluhkan hati harimau. Ia tidak memakan sapi itu dan memilih untuk memangsa hewan lain.
***
Itulah sekelumit kisah tentang pentingnya menepati janji. Kalimat bijak mengatakan bahwa janji adalah hutang, dan hutang harus dibayar. Maksudnya janji harus ditepati. Kisah diatas memperlihatkan keteguhan sikap seekor sapi dalam memegang janji, meski resikonya ia harus mati.  Dan ternyata keteguhannya dalam menepati janji mampu menyelamatkannya dari musibah. Dalam pergaulan sehari-hari janji dan kepercayaan harus selalu dijaga. Sekali saja kita melanggar janji, orang lain tidak akan percaya kepada kita. Perlu waktu lama untuk memulihkan kepercayaan itu.

Satunya kata dan perbuatan

16 Rabi'ul Akhir 1434 H

Satunya kata dan perbuatan, sebuah kata bijak yang sering kita dengarkan. Semula nasehat ini memang lebih diperuntukkan bagi para pemimpin, tapi bukankah setiap kita adalah seorang pemimpin. Seorang suami adalah pemimpin bagi anak dan istrinya, seorang ibu adalah pemimpin bagi anak-anaknya. Seorang atasan pemimpin bagi anak buahnya. Dan seorang karyawan adalah pemimpin bagi dirinya sendiri. Maka kata bijak “Satunya kata dan perbuatan” sejatinya adalah nasehat bagi setiap orang. 

Apa sebenarnya makna dari “satunya kata dan perbuatan”? Saat dimana apa yang kita ucapkan benar-benar kita laksanakan. Ternyata tidaklah mudah mengimplementasikan kata bijak itu dalam diri dan kehidupan kita. Ketika kita menasehati orang lain agar berbuat baik, sudahkah kita mempraktekkannya? Ketika kita menasehati anak kita agar berbuat jujur, sudahkah kita melakukannya?

Seringkali kita tidak sadar bahwa apa yang kita ucapkan tidak sesuai dengan perilaku kita. Kita menyuruh orang lain jangan korupsi, tetapi disadari atau tidak kita korupsi. Kita mengkritik orang lain yang ingkar janji, sementara kita sendiri ternyata sering tidak mentaati janji. Kita mencela perbuatan orang lain, tetapi kita sendiri tidak tahu bahwa kita juga demikian.

Ternyata tidak mudah untuk menjadikan “satunya kata dan perbuatan” sebagai jati diri kita. Bukan hanya sebagai gaya hidup tetapi sudah menjadi identitas diri. Identitas bahwa kita bukanlah orang munafik. Apakah munafik itu. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, munafik mempunyai dua arti, salah satunya adalah orang yang selalu mengatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan perbuatannya. Munafik adalah kebalikan dari satunya kata dan perbuatan

Nah, tentu kita tidak ingin mendapat julukan “munafik”. Oleh karena itu kita harus berusaha agar selalu satu kata dan perbuatan. Memang tidak mudah, tapi harus bisa, bahkan harus diperjuangkan. WS Rendra pernah membuat sebuah syair, berjudul “Paman Doblang”. Pada bagian akhir syiar itu terdapat kalimat, "Kesadaran adalah matahari, kesabaran adalah bumi, keberanian menjadi cakrawala, dan perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata."

Matahari sadar bahwa ia harus selalu terbit di pagi hari dan tenggelam di sore hari. Bulan selalu bersabar menghiasi malam dan bumi selal setia menunggu matahari terbit. Dibutuhkan keberanian untuk bisa mencapai garis cakrawala di ujung dunia. Dan semua itu bukan hanya sebuah kata-kata. Melainkan harus diperjuangkan agar bisa terlaksana. Syair yang dalam maknanya itu seolah mengajarkan kita untuk tidak hanya bisa berkata-kata tapi lebih penting adalah bagaimana melaksanakan kata-kata itu.  
Lalu bagaimana agar kita bisa satu kata dan perbuatan? Kenali diri kita sendiri, kelemahan, kekuatan, tantangan dan peluang. Evaluasilah diri sendiri sejujur mungkin, Evaluasilah setiap ucapan dan perbuatan kita. Evaluasilah kesesuaian antara kata dan perbuatan kita.

Setelah mengenal dan mengevaluasi diri, maka cobalah kendalikan setiap kata dan perilaku yang dilontarkan. Ketika kita hendak mengkritik atau mencela, segera kita lihat diri kita adakah kita pernah melakukan hal serupa. Jika ya, maka mencobalah untuk memperbaikinya. Baru setelah kita merasa mampu menyelaraskan antara kata dan perbuatan terkait dengan hal yang akan kita lontarkan, baru kita mengkritik atau memberi saran bagi orang lain secara santun.