16 Rabi'ul Akhir 1434 H
Matahari sadar bahwa ia harus selalu terbit di pagi hari dan tenggelam di sore hari. Bulan selalu bersabar menghiasi malam dan bumi selal setia menunggu matahari terbit. Dibutuhkan keberanian untuk bisa mencapai garis cakrawala di ujung dunia. Dan semua itu bukan hanya sebuah kata-kata. Melainkan harus diperjuangkan agar bisa terlaksana. Syair yang dalam maknanya itu seolah mengajarkan kita untuk tidak hanya bisa berkata-kata tapi lebih penting adalah bagaimana melaksanakan kata-kata itu.
Satunya kata dan perbuatan,
sebuah kata bijak yang sering kita dengarkan. Semula nasehat ini memang lebih
diperuntukkan bagi para pemimpin, tapi bukankah setiap kita adalah seorang
pemimpin. Seorang suami adalah pemimpin bagi anak dan istrinya, seorang ibu
adalah pemimpin bagi anak-anaknya. Seorang atasan pemimpin bagi anak buahnya.
Dan seorang karyawan adalah pemimpin bagi dirinya sendiri. Maka kata bijak
“Satunya kata dan perbuatan” sejatinya adalah nasehat bagi setiap orang.
Apa sebenarnya makna dari
“satunya kata dan perbuatan”? Saat dimana apa yang kita ucapkan benar-benar kita
laksanakan. Ternyata tidaklah mudah mengimplementasikan kata bijak itu dalam diri dan kehidupan kita. Ketika kita menasehati
orang lain agar berbuat baik,
sudahkah kita mempraktekkannya? Ketika kita menasehati anak kita agar berbuat
jujur, sudahkah kita melakukannya?
Seringkali kita tidak sadar bahwa apa yang kita ucapkan tidak sesuai
dengan perilaku kita. Kita menyuruh orang lain jangan korupsi, tetapi disadari atau tidak kita korupsi. Kita mengkritik
orang lain yang ingkar janji, sementara kita sendiri ternyata sering tidak mentaati janji. Kita mencela perbuatan orang lain, tetapi kita
sendiri tidak tahu bahwa kita juga demikian.
Ternyata tidak mudah untuk
menjadikan “satunya kata dan perbuatan” sebagai jati diri kita. Bukan hanya
sebagai gaya hidup tetapi sudah menjadi identitas diri. Identitas bahwa kita
bukanlah orang munafik. Apakah munafik itu. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
munafik mempunyai dua arti, salah satunya adalah orang yang selalu mengatakan
sesuatu yang tidak sesuai dengan perbuatannya. Munafik adalah kebalikan dari
satunya kata dan perbuatan
Nah, tentu kita tidak ingin
mendapat julukan “munafik”. Oleh karena itu kita harus berusaha agar selalu
satu kata dan perbuatan. Memang tidak mudah, tapi harus bisa, bahkan harus
diperjuangkan. WS Rendra pernah membuat sebuah syair, berjudul “Paman Doblang”.
Pada bagian akhir syiar itu terdapat kalimat, "Kesadaran adalah
matahari, kesabaran adalah bumi, keberanian menjadi cakrawala, dan perjuangan
adalah pelaksanaan kata-kata."
Matahari sadar bahwa ia harus selalu terbit di pagi hari dan tenggelam di sore hari. Bulan selalu bersabar menghiasi malam dan bumi selal setia menunggu matahari terbit. Dibutuhkan keberanian untuk bisa mencapai garis cakrawala di ujung dunia. Dan semua itu bukan hanya sebuah kata-kata. Melainkan harus diperjuangkan agar bisa terlaksana. Syair yang dalam maknanya itu seolah mengajarkan kita untuk tidak hanya bisa berkata-kata tapi lebih penting adalah bagaimana melaksanakan kata-kata itu.
Lalu bagaimana agar kita
bisa satu kata dan perbuatan? Kenali diri kita sendiri, kelemahan,
kekuatan, tantangan dan peluang. Evaluasilah diri sendiri sejujur mungkin,
Evaluasilah setiap ucapan dan
perbuatan kita. Evaluasilah
kesesuaian antara kata dan perbuatan kita.
Setelah mengenal dan mengevaluasi diri, maka cobalah kendalikan setiap
kata dan perilaku yang dilontarkan. Ketika kita hendak mengkritik atau mencela,
segera kita lihat diri kita adakah kita pernah melakukan hal serupa. Jika ya, maka mencobalah untuk memperbaikinya. Baru setelah kita
merasa mampu menyelaraskan antara kata dan perbuatan terkait dengan hal yang
akan kita lontarkan, baru kita mengkritik atau memberi saran bagi orang lain
secara santun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar