Rabu, 27 Februari 2013

Satunya kata dan perbuatan

16 Rabi'ul Akhir 1434 H

Satunya kata dan perbuatan, sebuah kata bijak yang sering kita dengarkan. Semula nasehat ini memang lebih diperuntukkan bagi para pemimpin, tapi bukankah setiap kita adalah seorang pemimpin. Seorang suami adalah pemimpin bagi anak dan istrinya, seorang ibu adalah pemimpin bagi anak-anaknya. Seorang atasan pemimpin bagi anak buahnya. Dan seorang karyawan adalah pemimpin bagi dirinya sendiri. Maka kata bijak “Satunya kata dan perbuatan” sejatinya adalah nasehat bagi setiap orang. 

Apa sebenarnya makna dari “satunya kata dan perbuatan”? Saat dimana apa yang kita ucapkan benar-benar kita laksanakan. Ternyata tidaklah mudah mengimplementasikan kata bijak itu dalam diri dan kehidupan kita. Ketika kita menasehati orang lain agar berbuat baik, sudahkah kita mempraktekkannya? Ketika kita menasehati anak kita agar berbuat jujur, sudahkah kita melakukannya?

Seringkali kita tidak sadar bahwa apa yang kita ucapkan tidak sesuai dengan perilaku kita. Kita menyuruh orang lain jangan korupsi, tetapi disadari atau tidak kita korupsi. Kita mengkritik orang lain yang ingkar janji, sementara kita sendiri ternyata sering tidak mentaati janji. Kita mencela perbuatan orang lain, tetapi kita sendiri tidak tahu bahwa kita juga demikian.

Ternyata tidak mudah untuk menjadikan “satunya kata dan perbuatan” sebagai jati diri kita. Bukan hanya sebagai gaya hidup tetapi sudah menjadi identitas diri. Identitas bahwa kita bukanlah orang munafik. Apakah munafik itu. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, munafik mempunyai dua arti, salah satunya adalah orang yang selalu mengatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan perbuatannya. Munafik adalah kebalikan dari satunya kata dan perbuatan

Nah, tentu kita tidak ingin mendapat julukan “munafik”. Oleh karena itu kita harus berusaha agar selalu satu kata dan perbuatan. Memang tidak mudah, tapi harus bisa, bahkan harus diperjuangkan. WS Rendra pernah membuat sebuah syair, berjudul “Paman Doblang”. Pada bagian akhir syiar itu terdapat kalimat, "Kesadaran adalah matahari, kesabaran adalah bumi, keberanian menjadi cakrawala, dan perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata."

Matahari sadar bahwa ia harus selalu terbit di pagi hari dan tenggelam di sore hari. Bulan selalu bersabar menghiasi malam dan bumi selal setia menunggu matahari terbit. Dibutuhkan keberanian untuk bisa mencapai garis cakrawala di ujung dunia. Dan semua itu bukan hanya sebuah kata-kata. Melainkan harus diperjuangkan agar bisa terlaksana. Syair yang dalam maknanya itu seolah mengajarkan kita untuk tidak hanya bisa berkata-kata tapi lebih penting adalah bagaimana melaksanakan kata-kata itu.  
Lalu bagaimana agar kita bisa satu kata dan perbuatan? Kenali diri kita sendiri, kelemahan, kekuatan, tantangan dan peluang. Evaluasilah diri sendiri sejujur mungkin, Evaluasilah setiap ucapan dan perbuatan kita. Evaluasilah kesesuaian antara kata dan perbuatan kita.

Setelah mengenal dan mengevaluasi diri, maka cobalah kendalikan setiap kata dan perilaku yang dilontarkan. Ketika kita hendak mengkritik atau mencela, segera kita lihat diri kita adakah kita pernah melakukan hal serupa. Jika ya, maka mencobalah untuk memperbaikinya. Baru setelah kita merasa mampu menyelaraskan antara kata dan perbuatan terkait dengan hal yang akan kita lontarkan, baru kita mengkritik atau memberi saran bagi orang lain secara santun.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar